-->

Pasca Wafatnya KH Maimoen Zubair

Pasca Wafatnya KH Maimoen Zubair
Pasca Wafatnya KH Maimoen Zubair
Nahdlatul Ulama Pasca Wafatnya KH Maimoen Zubair

Usia KH Maimoen Zubair terbukti telah sepuh. Sembilan puluh tahun ialah usia yang panjang. Namun masih saja kabar wafatnya beliau di tanah suci Mekkah menghentak kesadaran kita. Smartphone saya tidak berhenti mendapatkan pesan, baik lewat jalur eksklusif maupun Whatsapp group, yang melaporkan wafatnya Mustasyar PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) ini. Bahkan sejumlah teman non-Muslim pun menghubungi saya menyebutkan dukanya atas kepergian Mbah Moen.

Beberapa detik saya terdiam menyimak kabar sedih ini. Yang segera saya ingat ialah Gus Ghofur, teman saya, yang ialah salah satu putra Mbah Moen. Saya segera mengirimkan ucapan sedih serta doa terhadap Gus Ghofur. Setelah itu saya kembali terdiam. Ingatan saya melayang pada peristiwa Muktamar NU di Jombang tahun 2015. Ada peristiwa kecil antara saya dengan Mbah Moen.

Kala itu, ditemani Candra Malik (budayawan sufi) serta Muhlason (Rais Syuriah PCI NU Mesir), saya menuju kursi perpaduan depan kawasan KH Ahmad Mustofa Bisri, sang pejabat Rais Am, duduk menjelang pembukaan Muktamar. Setelah menyalami serta berbincang sejenak dengan Gus Mus, tiba-tiba Gus Mus luar biasa tangan saya serta mendampingi saya ke kursi di mana Mbah Moen berada. Duduk di atas kursi roda, Mbah Moen berada di samping kiai sepuh lainnya, KH Zainuddin Djazuli (Ploso).

Langsung saya cium tangan Mbah Moen bolak-balik seraya menawarkan diri dengan penuh ta’zhim: “Saya Nadir dari Australia, kawannya Gus Ghofur.” Mbah Moen tersenyum ramah serta tanpa disangka-sangka mengucapkan, “Terima kasih ya telah mengajak Ghofur ke Australia tempo hari.” Beliau mengapresiasi bahwa pada tahun-tahun sebelumnya kami mengajak Gus Ghofur bersafari Ramadhan ke Australia serta New Zealand.

Beberapa tahun sebelumnya ketika Agus Maftuh Abegebriel ke Australia, beliau juga mengangkat salam Mbah Moen untuk saya. Sosok yang kemudian menjadi Duta Besar RI di Arab Saudi ini melaporkan bahwa Mbah Moen sendiri yang menceritakan bahwa Gus Ghofur akrab dengan saya. Hal-hal kecil semacam ini rupanya menjadi perhatian Mbah Moen.

Wafatnya Mbah Moen mengangkat saya berpikir apa yang akan terjadi dari wafatnya beliau terhadap PBNU. Mbah Moen ini sosok yang komplit di mata para kiai serta santri NU. Beliau bukan saja alim dalam ilmu keagamaan, pengasuh pondok besar, pembawaannya yang santai serta adem, suaranya yang penuh wibawa, tapi juga seorang Kiai yang terlibat aktif di politik praktis.

Hebatnya, tidak semacam kiai lain yang kehilangan pengaruh alias berkurang simpati umat yang akan terjadi terjun ke politik, sosok Mbah Moen justru sangat dihormati lintas tokoh, aliran, serta partai politik. Pesona beliau bukannya berkurang, tapi malah terus moncer.

Muktamar NU akan dilangsungkan sebentar lagi, yaitu pada tahun depan, 2020. Saat ini euforia kemenangan sayap politik NU begitu kuat, seusai terpilihnya Jokowi-Kiai Ma’ruf Amin di pemilihan presiden kemarin. Suasana euforia ini diprediksi akan terus berlanjut di Muktamar PBNU 2020. Timbul kekhawatiran sementara pihak bahwa arah usaha serta pengorbanan NU akan terus terbawa arus politik praktis.

Sementara itu, NU akan segera memasuki era abad keduanya pada tahun 2026. Muktamar NU tahun 2020 telah sewajarnya melakukan proyeksi ke depan bagaimana PBNU akan mengangkat umat Nahdliyin bersiap memasuki abad keduanya. Tantangan yang tengah serta nanti dihadapi NU tidaklah sama dengan tantangan yang dihadapi para ulama ketika mendirikan NU tahun 1926. Dunia berubah demikian cepat serta ormas mana pun yang tidak sanggup mengikuti keadaan dengan perkembangan zaman akan menjadi fosil.

Saya menundukkan kepala berdoa untuk Mbah Moen. Sementara itu, device saya terus berbunyi melaporkan suasana tahlilan serta salat ghaib dari pengurus NU di seluruh dunia. Saya mencicipi bahwa wafatnya Mbah Moen seolah menunjukan layar perjalanan NU dalam satu abad pertamanya akan segera berganti. Rentetan wafatnya kiai sepuh dalam lima tahun terbaru ini menunjukan peralihan antargenerasi tengah berjalan di tubuh NU.

Wafatnya Mbah Moen sangat pantas ditangisi oleh para kiai serta santri, tetapi rutin ada pesan yang tersirat di balik sedih nestapa. Kita akan segera menonton tampilnya sejumlah kiai belia yang siap melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan NU memasuki abad keduanya. Akan segera timbul Mbah Moen-Mbah Moen baru. Lahul Al-Fatihah…
Advertisement